Blambangan Umpu – Suara adat kini ikut bergema. Empat tokoh penyimbang marga Blambangan Umpu, Ahmad Ganta dkk, bersama 22 tim yang dipimpin Cahya Lana, pada Kamis (28/8) mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Blambangan Umpu.
Mereka diterima langsung oleh Kepala Kejari Blambangan Umpu, Dodi, di ruang kerjanya. Tujuan kedatangan ini jelas: mendesak agar para pelaku tambang ilegal (TI) di wilayah PTPN 7 segera dipidanakan.
Dalam pernyataannya, Cahya Lana yang bertindak sebagai juru bicara menegaskan, praktik TI di PTPN 7 sudah terlalu lama dibiarkan tanpa tindakan hukum yang nyata.
“Bagaimana mungkin aktivitas TI bisa berlangsung di jantung kota, tapi tidak satupun pelakunya diproses pidana? Ini tanda tanya besar bagi kami. Hukum jangan hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” ucap Cahya dengan nada tegas.
Pernyataan itu sekaligus menyinggung kesan adanya ‘kebal hukum’ yang melekat pada pelaku tambang ilegal di wilayah tersebut.
Menanggapi desakan tokoh adat, Kejari Blambangan Umpu, Dodi, tidak menampik adanya kejanggalan. Ia mengakui bahwa secara kasat mata, aktivitas TI di PTPN 7 memang terlihat nyata. Namun, perkara yang sampai ke meja persidangan justru minim.
“Oleh karena itu, kami akan segera berkoordinasi dengan Kapolres Way Kanan. Jangan sampai ada celah hukum yang bisa dimanfaatkan. Aktivitas TI ini jelas sudah meresahkan masyarakat adat dan merusak lingkungan,” tegas Dodi.
Langkah empat tokoh adat bersama puluhan pengikutnya ini menandai bahwa kesabaran masyarakat sudah habis. Mereka ingin aparat hukum benar-benar serius menindak pelaku tambang ilegal, bukan sekadar razia yang berujung pada peralatan yang ditinggalkan.
Kini, sorotan publik pun mengarah pada aparat penegak hukum: apakah berani menjerat para pelaku TI, atau justru membiarkan aktivitas merusak itu terus berlangsung?.(eeng)










