Jakarta — Rumput laut, komoditas pesisir yang kerap dipandang sebelah mata, ternyata menyimpan potensi ekonomi raksasa bagi Indonesia. Dalam Konferensi Kelautan Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-3 (UNOC) yang digelar di Nice, Prancis, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan fakta mencengangkan: pasar rumput laut global diproyeksikan menembus USD 23,9 miliar atau sekitar Rp 380 triliun pada 2035.
Namun, Indonesia—negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan pemasok 38% rumput laut dunia—baru memanfaatkan 11,65% dari total potensi lahan budidayanya. Sebuah ironi, sekaligus peluang besar yang belum tergarap maksimal.
“Sebagian besar rumput laut kita dibudidayakan secara tradisional oleh pelaku skala kecil. Padahal jika dimodernisasi, potensi ekonominya sangat besar—dari ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja, hingga peningkatan ekspor,” jelas Tb Haeru Rahayu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, KKP.
Produksi Naik, Tapi Masih Jauh dari Maksimal
Produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2024 tercatat mencapai 10,80 juta ton, naik 10,82% dari tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih jauh dari kapasitas maksimal yang bisa dicapai jika seluruh potensi lahan dimanfaatkan secara optimal.
Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia saat ini adalah:
- Kappaphycus alvarezii
- Gracilaria spp
- Eucheuma spinosum
Sementara itu, pasar dunia mulai melirik diversifikasi jenis rumput laut baru, membuka peluang besar bagi pelaku industri dalam negeri.
Rumput Laut: Dari Pangan hingga Solusi Lingkungan
Tak hanya untuk bahan pangan atau agar-agar, rumput laut kini juga digunakan untuk:
- Kosmetik
- Biofarmasi
- Bahan baku pengganti plastik ramah lingkungan
- Penyerap karbon alami dalam mitigasi perubahan iklim
Hal ini menjadikan rumput laut sebagai salah satu komoditas strategis masa depan yang mampu menjawab tantangan ekonomi sekaligus isu lingkungan global.(***)