Way Kanan,Lampung – Aksi demonstrasi untuk menyuarakan kondisi bangsa dan daerah di Kabupaten Way Kanan, Senin ,1 September 2025 kemarin menarik perhatian publik Way Kanan. Pasalnya, aksi tersebut hanya diikuti oleh segelintir mahasiswa yang jumlahnya lebih kurang 20 orang saja, termasuk beberapa dari kalangan organisasi kepemudaan.
Minimnya jumlah massa aksi itu memunculkan tanda tanya besar: ke mana para mahasiswa lainnya? Apakah mereka sudah merasa puas dengan keadaan bangsa dan daerahnya, atau justru memilih diam di tengah situasi yang semakin kompleks? Padahal, menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara, asalkan dilakukan dengan damai dan kondusif.
Seorang tokoh masyarakat di Blambangan Umpu, Zulana Putra, saat dimintai tanggapan oleh awak media menegaskan bahwa mahasiswa seharusnya tetap menjadi motor penggerak perubahan, bukan sekadar penonton di tengah persoalan rakyat.
“Mahasiswa jangan kehilangan daya kritis. Way Kanan masih banyak persoalan, bangsa ini juga masih berjuang. Kalau bukan kita yang bersuara, siapa lagi?” serunya lantang.
Zulana juga mengingatkan bahwa menyampaikan aspirasi adalah bagian dari demokrasi, namun harus dilakukan dengan cara yang benar.
“Kita boleh menyampaikan aspirasi, asalkan secara damai dan jangan berbuat anarkis. Kalau anarkis, saya sangat tidak setuju. Karena semua yang dibangun pemerintah itu menggunakan uang rakyat, sehingga wajib kita jaga,” tegasnya.
Padahal, sejarah bangsa mencatat mahasiswa sering menjadi ujung tombak perubahan besar. Namun kenyataan di Way Kanan hari ini menunjukkan partisipasi mereka dalam gerakan moral semakin menyusut.
Sebagian pengamat menilai, fenomena ini mungkin terjadi karena mahasiswa merasa perjuangan mereka tidak membawa dampak signifikan, atau bahkan sudah merasa daerahnya ‘baik-baik saja’.
“Justru di sinilah pertanyaan pentingnya: apakah kondisi Way Kanan sudah benar-benar berhasil, atau mahasiswa kita mulai kehilangan idealismenya?” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebut namanya.
Aksi mahasiswa yang hanya diikuti segelintir orang ini akhirnya menjadi cermin realitas: ada jarak antara semangat perubahan dan keberanian untuk bergerak. Kini, masyarakat menunggu, apakah mahasiswa Way Kanan akan kembali bangkit dengan kekuatan penuh, atau justru tenggelam dalam kenyamanan yang semu.(Eeng)










