Pukul 23.00
Seorang teman lamanya dari Iran mengirimkan pesan terakhir sebelum jaringan putus:
“Mereka mengaktifkan semua unit. Milisi mulai bergerak dari Suriah dan Lebanon. Hati-hati, Elias.”
Ia menatap ponsel itu seperti menatap pusara.
Di jalanan Yerusalem, suasana mencekam. Bukan karena kerusuhan, tapi karena keheningan. Apotek tutup. Kafe gelap. Hanya suara langkah cepat, pintu ditutup rapat, dan angin malam yang membawa bau ozon dari udara terbakar.
Elias memutuskan turun ke basement gedung. Bukan karena takut. Tapi karena nalurinya berkata: ini baru awal. Dan malam ini, langit bukan tempat untuk berharap.
Pukul 03.15 dini hari
Ledakan kedua terdengar lebih dekat. Mungkin Tel Aviv. Mungkin Beersheba. Tidak ada kabar pasti. Hanya desas-desus, doa yang pecah di langit-langit, dan satu stasiun radio gelap bernama “Radio 77 Tak Terjamah” yang masih mengudara.
Suara seorang pria terdengar lirih: