BeritaDaerah

Kilau Siger, Simbol Keagungan Perempuan Lampung

Candrika Fathya
×

Kilau Siger, Simbol Keagungan Perempuan Lampung

Share this article
Model : @icharenitaa

Lampung – Dalam balutan kebaya putih bersih, tubuh mungil seorang muli Lampung terlihat begitu anggun dan memesona. Kepalanya dihiasi siger emas berlekuk sembilan, berdiri megah layaknya mahkota ratu, mengisyaratkan keagungan sekaligus kelembutan. Inilah potret keindahan perempuan Lampung dalam busana adat Pepadun tak sekadar busana, melainkan warisan luhur penuh filosofi.

Busana adat Lampung Pepadun bukan sekadar kain yang dikenakan. Ia adalah narasi identitas, sejarah panjang leluhur, dan lambang kebesaran adat yang melekat di setiap lekuk kain tapis, setiap gemerincing gelang dan kalung, hingga ujung siger yang runcing simbol dari sungai-sungai yang membelah tanah Lampung.

Warna putih yang membalut tubuh mencerminkan kesucian hati sang pemakai, sementara perhiasan kuning keemasan dari kepala hingga kaki menambahkan kesan megah nan berkelas. Setiap detailnya sarat makna, dirancang bukan untuk sekadar keindahan, tetapi untuk merayakan kearifan lokal dan kemuliaan perempuan Lampung.

Siger, sang mahkota, adalah pusat perhatian. Dengan berat mencapai 4 kilogram, ia berdiri gagah dengan sembilan lekukan melambangkan sembilan marga besar Lampung yang bersatu, dikenal sebagai “Siwo Mego”. Bentuk runcing di ujungnya mengisyaratkan arah, harapan, dan aliran kehidupan, sedangkan bunga logam yang menjuntai menggambarkan kesucian dan kelembutan jiwa sang muli.

Seraja Bulan, hiasan menyerupai bulan sabit di atas siger, menandai keagungan wanita Lampung ibarat rembulan yang bersinar lembut namun tak pernah padam.

Mengenakan busana adat Lampung Pepadun bukan sekadar berdandan. Ia adalah perwujudan penghormatan kepada leluhur, kepada budaya, kepada nilai-nilai yang melekat kuat dalam masyarakat Lampung, kesopanan, keanggunan, dan kekuatan dalam kelembutan.

Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, tampilnya muli Lampung dalam busana Pepadun menjadi pengingat bahwa akar budaya tetap bisa tumbuh dalam balutan zaman. Ia bukan hanya cantik, tapi juga bermakna.(hp/zp/as)

Loading