Kamu tidak harus jadi kutu buku. Kadang analogi sederhana bisa lebih membekas daripada statistik rumit. Misalnya: “Kalau semua orang curang lalu kita ikut curang, itu seperti bilang: semua orang buang sampah sembarangan, jadi kita juga boleh. Ujungnya, siapa yang rugi?”
4. Fokus ke Argumen, Bukan ke Pribadi
Menyindir fisik, masa lalu, atau karakter seseorang adalah tanda argumen sudah buntu. Seranglah ide, bukan harga diri. Itu yang membedakan debat intelektual dengan debat kusir.
5. Saat Emosi Muncul, Tarik Napas, Diam, Lanjut
Debat bukan ajang adu cepat. Kadang, justru momen diam beberapa detik membuat lawan kehilangan ritme. Senyum sedikit, tarik napas, lalu lanjut jawab dengan tenang. Orang yang bisa mengatur emosi, biasanya juga bisa mengatur arah diskusi.
Debat bukan tentang menang-menangan, tapi siapa yang bisa berpikir paling jernih di tengah panasnya argumen. Mungkin di masa lalu kamu pernah kalah hanya karena ekspresi atau nada suara. Tapi mulai sekarang, kamu bisa belajar menang dengan ketenangan.
Dari kelima strategi di atas, mana yang paling ingin kamu latih? Atau kamu punya cara jitu lain biar debat nggak jadi ajang adu urat?(cf/zp)
